
Masa kecilku, hidupku tak pernah benar-benar tenang. Aku tumbuh di tengah keluarga yang retak bukan karena kurang cinta, tapi karena cinta yang tidak pernah utuh. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung, justru menjadi tempat pertama yang membuatku belajar tentang luka dan diam.
Memasuki masa remaja, aku harus belajar hidup sendiri. Tanpa bimbingan, tanpa pelukan hangat saat malam terasa berat. Segalanya aku hadapi sendiri dari mencari makan, bertahan dari tekanan hidup, hingga belajar menyembunyikan air mata agar tak terlihat lemah di depan dunia.
Banyak malam aku menangis dalam diam. Tapi aku terus melangkah. Aku belajar bahwa hidup tak selalu ramah, tapi aku bisa memilih untuk tetap menerimanya, dengan hati yang perlahan belajar ikhlas.
Kemudian datanglah masa dewasa. Dan untuk pertama kalinya, aku mengenal rasa yang belum pernah aku temui sebelumnya cinta. Dia datang begitu hangat, seolah semesta mempertemukan kami untuk mengisi ruang kosong dalam hidupku.
Bagiku, dia segalanya. Senyumnya menenangkan, ucapannya lembut, kehadirannya membuatku merasa punya rumah yang selama ini aku cari. Aku percaya padanya. Seluruh hatiku aku titipkan padanya, karena aku pikir, akhirnya aku menemukan tempat untuk pulang.
Tapi ternyata, dia tak seperti yang aku bayangkan. Ada kebohongan di balik perhatian, ada luka yang tersembunyi di balik pelukannya. Semua yang aku anggap rumah… hanyalah persinggahan. Dan aku kembali jatuh, mungkin lebih dalam dari sebelumnya.
Kini, aku masih berjalan. Masih bertanya pada hidup, "Apa sebenarnya makna semua ini?" Tapi walaupun pertanyaan itu belum terjawab, aku tahu satu hal.
"Aku masih di sini. Aku masih hidup"
Bukan karena segalanya mudah. Tapi karena aku belajar menerima. Aku belajar ikhlas. Aku belajar bahwa meskipun cinta bisa salah, dan meskipun rumah tak selalu berbentuk orang aku bisa menjadi rumah bagi diriku sendiri. Hidupku tidak Pernah mudah tapi semangatku tidak pernah patah sesekali aku merasa lelah tapi besok pagi hidupku harus tetap baik baik saja :)